Sabtu, 28 Januari 2012

Dibalik Serial Anime Captain Tsubasa



Yah, anime ini adalah salah satu anime yang sangat saya sukai. Ketika saya masih SD hingga sekarang, Captain Tsubasa mungkin sering ditayangkan oleh stasiun-stasiun televisi lokal. Meskipun sudah sering melihatnya berkali-kali, tapi saya tetap antusias ketika menonton anime ini, terlebih ketika menyaksikan adegan-adegan (yang saya anggap) "lebay", misalkan saja ada tendangan-tendangan yang ngambil nama binatang (sebut saja itu tendangan macan atau elang), adegan ketika Tsubasa menendang bola yang dramatis (waktu ancang-ancang mau nendang, kakinya itu ngangkat tinggi, dan biasanya ada yang coba menghalangi tendangannya, tapi malah terlempar), dan bagaimana Tsubasa berlari menggiring bola di lapangan seakan-akan lapangan itu tidak ada ujungnya (nyadar ga?).


Serial Captain Tsubasa yang pernah saya liat ada banyak. Mulai dari Captain Tsubasa (TV Series), Captain Tsubasa J (TV Series), dan Captain Tsubasa Road to 2002. Jalan ceritanya pada dasarnya sama, tapi mungkin pada dua versi awal yang saya sebut, kisah Tsubasa saat masih SD diceritakan lebih detail. Pada Captain Tsubasa (TV Series), yang saya lihat hanya diceritakan sampai saat Nankatsu meraih juara nasional bersama Toho (apa aslinya emang sampai itu yah? ), sedangkan untuk dua seri yang lain diceritakan lebih panjang lagi (maaf, ga bisa saya jelaskan secara detail).

Oh iya. Selain saya suka dengan animenya, saya juga lumayan sering (dan juga ahli) dengan game Captain Tsubasa, Ada dua yang pernah saya mainkan, Captain Tsubasa J: Get In The Tomorrow untuk Playstation X, dan Captain Tsubasa untuk Playstation 2. Nih cover gamenya:



Kalo dilihat dari jalan gamenya, mungkin terbilang singkat dan bisa ditamatkan hanya dalam waktu sehari kurang. Tapi tetap harus dicoba, karena (mungkin) menantang :) .

Kalo hanya sekedar untuk penghibur dikala duka atau mengisi waktu luang, anime Captain Tsubasa mungkin cocok untuk dijadikan solusi. Tapi, saya juga mengambil beberapa filosofi dan quote penting dari anime ini. Misalkan saja, pasti banyak yang tahu kalo Tsubasa sering berkata ini:
"Bola adalah teman"
 Itu kata-kata yang bermakna banyak, khususnya bagi anak-anak yang emang suka dengan sepakbola (meskipun kalo menurut logika, kalimat itu aneh, coba bayangkan jika bola itu emang teman, kenapa bola itu ditendang-tendang... )

Sekarang kita melangkah ke hal yang lebih serius. Saya pernah mendengar dari seorang motivator, dia bertanya "Mengapa orang Jepang membuat anime semacam Captain Tsubasa?" Pada awalnya, saya berpikir itu hanya untuk urusan entertainment semata. Tetapi ternyata tidak sesederhana itu. Coba kita lihat sejarah sepakbola Jepang pada tahun 1980-an. Waktu itu, timnas Jepang masih belu bisa dibilang sebagai salah satu kekuatan sepakbola Asia. Bahkan (mungkin) sepakbola kita masih lebih unggul bila dibandingkan dengan Jepang. Pada tahun 80-an, mulailah dirilis seri Captain Tsubasa pertama, dengan tokoh utamanya adalah seorang anak kecil bernama Aozora Tsubasa yang suka sekali dengan sepakbola. Mungkin kita tahu bahwa anime-anime yang sering kita lihat punya poin-poin plus seperti mengajarkan bagaimana persahabatan yang baik, perlunya kerja keras dan lain-lain. Nah, tujuan awal Captain Tsubasa dirilis adalah untuk meningkatkan minat dari warga Jepang, terutama anak-anak dalam hal bermain sepakbola, karena pada saat itu, sepakbola tidaklah sepopuler olahraga lain seperti baseball.

Meskipun tidak berdampak langsung, tetapi rilisnya serial Captain Tsubasa mampu meningkatkan prestasi sepakbola Jepang. Pada tahun 1994, tepatnya pada saat Piala Dunia berlangsung di Amerika Serikat, timnas Jepang hampir berhasil masuk dalam fase grup sebelum dikalahkan Irak dan gagal lolos dari fase kualifikasi. Tetapi pada saat itu, mulai muncul talenta berbakat seperti Masashi Nakayama. Hinggga akhirnya, Jepang berhasil lolos ke Piala Dunia 1998. Nah, mulai saat itu mucul pemain-pemain berbakat Jepang yang bermain di luar negeri, dan yang paling terkenal adalah Hidetoshi Nakata. Konon, Hidetoshi Nakata terinspirasi untuk menjadi pemain sepakbola karena dia nonton anime Captain Tsubasa saat dia kecil.

Kesimpulannya, jika cara ini diterapkan di Indonesia, mungkin akan berjalan efektif untuk jangka panjang (meskipun propagandanya tidak dalam bentuk anime, karena tahu sendiri kan di Indonesia belum ada yang bisa buat anime bagus :P ). Tidak hanya mengandalkan program regenerasi yang sedang gencar dilakukan pihak PSSI, tetapi mengutamakan kemauan dari generasi muda itu sendiri untuk menyalurkan minat dalam hal sepakbola. Tontonan berbau sepakbola yang sarat akan hal-hal penting seperti kerja keras, sportivitas, dan persahabatan sudah mulai banya disiarkan stasiun televisi lokal. Jadi, tidak hanya mengandalkan naturalisasi pemain atau terus menerus mengandalkan pemain-pemain senior saja, karena pasti dari 200 jutaan penduduk Indonesia, pasti ada paling tidak 11 pemain sepakbola berbakat yang bisa membawa nama baik Indonesia di pentas dunia kelak. Amin!!!

Kamis, 05 Januari 2012

Bepergian

Bepergian itu ada dua macam. Perjalanan lahiriah di penjuru-penjuru bumi dan negeri-negerinya, dan perjalanan batiniah menuju Allah Ta'ala, yang ditunjukkan dalam firman Allah Ta'ala ketika menceritakan tentang kekasih-Nya Ibrahim, "Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku." (Q.S Ash-Shaffat:99)

Yang menunjukkan dua perjalanan sekaligus adalah firman Allah Ta'ala, "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru." (Q.S Fushshilat:53) Perjalanan terbesar adalah perjalanan membawa rahasia kepada Allah Ta'ala. Musafir ini perjalanannya selalu di surga yang lebarnya seluas langit dan bumi di tempat-tempat yang tidak menyempit sumber-sumbernya karena banyaknya orang yang datang, tetapi berlipat ganda karena banyaknya musafir.

Barangsiapa tidak mengalami perjalanan ini, ia pun telah diharamkan dari seluruh kebaikan dan tinggal di jurang, tidak beranjak dari situ selama-lamanya. Seluruh tata krama dan sunat yang terkandung dalam kabar-kabar dan ayat-ayat adalah tata krama dalam perjalanan ini, yaitu perjalanan akhirat. Adapun perjalanan lahiriah yang menggerakkan kaki dan menempuh tempat-tempat, kami jelaskan faedah dan tata kramanya dalam pasal-pasal.

Pertama, seseorang harus memberikan niatnya untuk tujuan bepergian, baik untuk haji atau menziarahi orang alim atau wali, baik di masa hidup atau sesudah mati, untuk berdiri menjaga perbatasan negeri, atau menghindari kerusakan yang tak tertahankan dalam agama atau keduniaan, atau untuk perdagangan dalam mencari rezeki yang halal sehingga geraknya tidak semata-mata untuk urusan duniawi sehingga sia-sialah kepayahannya.

Nafsu itu nampak kehinaan dan keburukannya dengan keadaan-keadaan yang berbeda. Hal itu banyak terdapat dalam perjalanan. Rukhsah-rukhsah yang berlaku dalam perjalanan ialah mengusap khuf selama tiga hari setelah khuf itu dipakai sehabis berwudhu, bertayamum dalam salat fardhu, mengqasar dan menjamak, menunaikan salat nafilah di atas kendaraan dan mengerjakannya sambil berjalan, dan berbuka. Patutlah musafir belajar petunjuk kiblat dan tempat-tempat yang dilaluinya dalam perjalanan. Allah yang paling mengetahui mana yang benar dan kepada-Nya kita kembali. Pahamilah hal ini, niscaya engkau beruntung. Wallahua'lam.


< Dikutip dari: Rangkuman Ihya Ulumuddin Imam Al Ghazali >

Mengasingkan Diri (Uzlah)

Orang-orang berselisih tentang hal itu. Sebagian mereka berpendapat lebih menyukai uzlah daripada pergaulan, seperti Sufyan Ats-Tsauri, Ibrahim bin Adham, Dawud At-Tha'iy, Al-Fudhail bin Iyadh, Sulaiman Al-Khawash, dan Basyar Al-Hafi.

Sebagian besar tabi'in lebih menyukai pergaulan dan memperbanyak saudara (teman) untuk saling tolong menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Semuanya berdalil dengan sabda Nabi Saw. tentang persaudaraan dan kerukunan ketika ia datangkan kepadanya seorang laki-laki yang telah pergi ke gunung untuk beribadah di situ. Maka Nabi Saw. bersabda, "Jangan engkau lakukan dan jangan seorang pun di antara kamu melakukannya. Sungguh kesabaran seseorang di antara kamu dalam suatu negeri Islam lebih baik daripada ibadah seorang dari kamu selama 40 tahun."

Pendukung keutamaan uzlah, seperti Fudhail bin Iyadh ra. berdalil dengan sabda Rasulullah Saw. kepada Abdullah bin Amr Al-Juhani ketika ia berkata, "Ya Rasulullah, bagaimana cara keselamatan itu?" Nabi Saw. menjawab, "Cukuplah engkau tinggal di rumahmu, tahanlah lidahmu (dari perkataan buruk), dan tangisilah dosamu"

Faedah-faedah, Gangguan-gangguan, dan Keutamaan Uzlah

Masalah ini berbeda menurut perbedaan orang-orangnya. Adapun faedah uzlah, ada kemungkinan untuk selalu melakukan ketaatan dan mengajarkan ilmu serta menghindari perbuatan-perbuatan terlarang yang cenderung dilakukan manusia dengan pergaulan, seperti riya', ghibah, tidak melakukan amar makruf nahi mungkar, meniru akhlak tercela, dan juga terlalu menekuni urusan duniawi serta pekerjaan dan pabrik.

Faedah Pertama: Menekuni ibadah, berpikir, menghibur diri dengan Allah Ta'ala, bermunajat kepada-Nya, dan merenungkan kerajaan Allah.

Faedah Kedua: Menjauhi maksiat-maksiat yang biasanya menimpa manusia denga pergaulan dan ia selamat darinya di dalam khalwat (ghibah, riya', dan tidak melakukan amar makruf nahi mungkar).

Ringkasnya, tidak dapat kita memutuskan bahwa salah satunya lebih utama secara mutlak, tetapi berbeda-beda menurut perbedaan orang-orangnya. Bersikap wajar adalah lebih utama, yaitu tidak menjauh sama sekali sehingga luput sama sekali dari faedah-faedah yang tergantung pada pergaulan, dan tidak bergaul sebebas-bebasnya sehingga luput dari faedah-faedah uzlah.

Dengan uzlah hendaklah ia berniat menjauhi manusia dari kejahatannya dan mengingat Tuhannya dengan segenap hatinya. Janganlah berangan-angan panjang sehingga nafsunya mengkhayalkan panjang angan-angan. Hendaklah dengan uzlah ia berniat jihad akbar, yaitu jihad melawan nafsunya. Sebagaimana dikatakan para sahabat, "Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar."


< Dikutip dari: Ringkasan Ihya Ulumuddin Imam Al Ghazali >

Rabu, 04 Januari 2012

Hukum Emang Bener-Bener "Tidak Pandang Bulu"

Liburan saat ini, saya banyak nonton berita-berita yang sepertinya saya emang belum tahu sebelumnya (maklum, anak kuliahan jarang nonton TV, kebanyakan tugas :P). Kalo liat berita sekarang, mungkin salah satu yang paling "hot jeletot"  saat ini (kaya nama merk gehu aja...) adalah kasus dimana seorang siswa SMK (atau SMA yah...) di Palu maling sendal milik seorang anggota kepolisian. Kenapa bisa sampai dibilang "hot" sih? Yah, karena hukumannya itu lho, bisa nyampe 5 tahun penjara.

Cuma nyolong sepasang sendal aja, ganjarannya nyampe 5 tahun penjara. Kalo aja diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak membawa-bawa emosi mungkin nggak akan nyampe dibawa ke pengadilan segala. Cukup dengan mengayomi si pencuri sajalah (itu emang tugasnya polisi kan) agar tidak lagi melakukan hal yang demikian kelak, dan separah-parahnya juga minta aja ganti rugi berupa uang untuk beli sendal baru atau berupa sendal dengan kualitas minimal setara atau bahkan lebih tinggi. Gampang kan? :)

Mungkin sekarang saya bakal sedikit lebih serius bahas soal masalah ini. Ketika saya melihat wawancara di salah satu stasiun TV swasta, sebut saja tvOne (lho kok malah disebut yah...), salah seorang mengatakan kalau mengambil suatu barang yang bukan hak miliknya, itu sudah melanggar hukum dan bisa dikenai sanksi yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang. Nah, kalo ditilik dari perkataan tersebut, berarti boleh-boleh saja kan kalo misalnya kasus-kasus sepele seperti mencuri sendal atau apapun lah benda yang terkesan sepele atau tidak terlalu penting untuk dibawa ke pengadilan bisa diusut agar si pelaku tersebut dihukum sesuai aturan yang berlaku. Tapi, sekali lagi kalo menggunakan akal pikiran yang sehat dan jernih tanpa intervensi dari siapapun, alangkah lebih baiknya jiga masalah tersebut tidak perlu diungkit-ungkit hingga akhirnya jadi lebih kompleks. Kasus seperti ini pun bukan yang pertama terjadi, tetapi telah berkali-kali terjadi. Misalkan saja, pernah ada seorang nenek yang dituntut ke pengadilan hanya karena mengambil tiga buah kakao. Akhirnya nenek itu dihukum 1 bulan kurungan. Adilkah gerangan kiranya?

Ngomong-ngomong soal kehilangan alas kaki, saya juga punya pengalaman ga terlalu mengenakan ketika dalam selang satu minggu saya harus kehilangan dua pasang sepatu ketika saya lagi ada di mesjid Salman. Padahal saya udah nyimpen di lokernya, tapi kok kayanya sial terus yah. Tetapi, untungnya saya bawa sendal di tas saya, karena pas waktu itu kan Bandung lagi sering hujan, kalo misalnya sepatu basah kan lama keringnya, jadi bawa sendal adalah solusi yang terbaik. By the way, pada awalnya saya bingung dimana lagi harus cari sepatu saya itu. Saya sering simpen itu sepatu di posisi loker yang sama, jadi kemungkinan lupa naruh sepatunya juga kecil, tapi apa boleh buat deh. Kalo saya cuma ngahuleng teu puguh (ngelamun ga bener), sepatu itu ga akan balik lagi ke pemiliknya, jadi saya ikhlas saja. Mungkin yang ngambil sepatu itu emang lagi ga punya sepatu atau sepatunya mau diloak lalu uangnya buat beli makanan (mencoba khusnudzon).

Kembali lagi ke topik utama :) . Well, banyak orang yang bilang kaya gini

Orang1: "Hukum sekarang tidak berpihak ke orang-orang miskin!!!"
atau kaya gini
Orang2: "Keadilan harus dijunjung tinggi di negara ini!!!"
atau mungkin
Orang3 : "Hukum koruptor dengan hukuman yang seberat-beratnya!!!"

Yah, kalo orang-orang demo soal hukum di negara kita, mungkin kata-kata di atas sering diucapkan. Tapi, birokrasi kita emang sulit, terutama bagi orang yang memang tidak berkecukupan. Contoh sederhana saja ketika kita harus di-oper kemana-mana pada saat buat KTP atau surat-surat lainnya, dan waktu selesainya pun lumayan tidak sebentar. Jadi mungkin itu sebabnya, sekarang-sekarang ini saya sering lihat status facebook atau orang-orang tweet soal hukum yang ga beres. Ada yang bikin status kaya gini:
"nyuri sendal jepit cepet bener d tindak nya, yang nyuri uang rakyat lama bener d tindaknya"
 jadi maklum lah kalo realita masyarakat Indonesia emang berkata demikian.

Kita suka lihat keadilan itu disimbolkan dengan timbangan dan orang yang matanya ditutup. Menurut pandangan saya, timbangan sudah jelas merepresentasikan soal keadilan. Tapi, kenapa matanya harus ditutup? Emang orang yang pegang timbangan itu buta atau lagi tidur? Ga kaya gitu juga kan. Maksudnya, hukum itu jangan pandang bulu. Jangan dilihat yang sedang dihukum itu orang kaya atau miskin, pejabat atau hanya rakyat jelata, tapi setiap yang melanggar hukum harus dihukum semestinya. Jadi, untuk kasus ini, hukum emang bener-bener "tidak pandang bulu". Tapi jangan salah kaprah dulu. Yang namanya jangan pandang bulu itu harus disertai rasionalitas dan norma-norma lain. Bisa jadi yang namanya dipenjara itu bukan solusi terbaik. Menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan penting, terutama untuk hal-hal yang memang tidak perlu diekspos terlalu jauh. Selain itu, yang namanya ganjaran dari sebuah kesalahan itu harus seimbang dengan seberapa berat seseorang melakukan seuatu kesalahan tersebut, baik langsung maupun tidak langsung. Tentu tidak adil jika koruptor hanya dihukum selama 1 atau 2 tahun (itu juga mungkin kurang, soalnya ada pengurangan masa hukuman, remisi, atau pembebasan bersyarat) sedangkan pencuri sendal harus dihukum sampai 5 tahun. Mungkin timbangan sebagai simbol dari keadilan sudah bisa diatur-atur oleh harta atau kedudukan sekarang.

Barangkali, saya tidak memiliki banyak harapan ke depannya soal hukum dan kawan-kawan. Tapi, harapan saya untuk jangka pendek saat ini adalah sebagai berikut:
Semoga ada yang baca posting saya ini... 

Mungkin ketika ada yang baca posting ini, 1% dari hati nuraninya akan terbuka untuk melihat bahwa inilah hidup dan hidup itu yah emang berat...