Kamis, 05 Januari 2012

Bepergian

Bepergian itu ada dua macam. Perjalanan lahiriah di penjuru-penjuru bumi dan negeri-negerinya, dan perjalanan batiniah menuju Allah Ta'ala, yang ditunjukkan dalam firman Allah Ta'ala ketika menceritakan tentang kekasih-Nya Ibrahim, "Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku." (Q.S Ash-Shaffat:99)

Yang menunjukkan dua perjalanan sekaligus adalah firman Allah Ta'ala, "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru." (Q.S Fushshilat:53) Perjalanan terbesar adalah perjalanan membawa rahasia kepada Allah Ta'ala. Musafir ini perjalanannya selalu di surga yang lebarnya seluas langit dan bumi di tempat-tempat yang tidak menyempit sumber-sumbernya karena banyaknya orang yang datang, tetapi berlipat ganda karena banyaknya musafir.

Barangsiapa tidak mengalami perjalanan ini, ia pun telah diharamkan dari seluruh kebaikan dan tinggal di jurang, tidak beranjak dari situ selama-lamanya. Seluruh tata krama dan sunat yang terkandung dalam kabar-kabar dan ayat-ayat adalah tata krama dalam perjalanan ini, yaitu perjalanan akhirat. Adapun perjalanan lahiriah yang menggerakkan kaki dan menempuh tempat-tempat, kami jelaskan faedah dan tata kramanya dalam pasal-pasal.

Pertama, seseorang harus memberikan niatnya untuk tujuan bepergian, baik untuk haji atau menziarahi orang alim atau wali, baik di masa hidup atau sesudah mati, untuk berdiri menjaga perbatasan negeri, atau menghindari kerusakan yang tak tertahankan dalam agama atau keduniaan, atau untuk perdagangan dalam mencari rezeki yang halal sehingga geraknya tidak semata-mata untuk urusan duniawi sehingga sia-sialah kepayahannya.

Nafsu itu nampak kehinaan dan keburukannya dengan keadaan-keadaan yang berbeda. Hal itu banyak terdapat dalam perjalanan. Rukhsah-rukhsah yang berlaku dalam perjalanan ialah mengusap khuf selama tiga hari setelah khuf itu dipakai sehabis berwudhu, bertayamum dalam salat fardhu, mengqasar dan menjamak, menunaikan salat nafilah di atas kendaraan dan mengerjakannya sambil berjalan, dan berbuka. Patutlah musafir belajar petunjuk kiblat dan tempat-tempat yang dilaluinya dalam perjalanan. Allah yang paling mengetahui mana yang benar dan kepada-Nya kita kembali. Pahamilah hal ini, niscaya engkau beruntung. Wallahua'lam.


< Dikutip dari: Rangkuman Ihya Ulumuddin Imam Al Ghazali >

Tidak ada komentar:

Posting Komentar